Penulis : PARAMITA CANDRA DEWI
Metrontb.net - Malang - salah satu mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia dari Universitas Muhammadiyah Malang Jawa Timur "Paramita Candra Dewi" mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka yang baru diterapkan di Indonesia membawa angin segar bagi dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, Salah satu aspek yang menarik dalam Kurikulum Merdeka adalah kebebasan yang lebih besar bagi guru dan siswa dalam mengeksplorasi materi pelajaran, termasuk sastra.
Dalam konteks ini, kritik sastra memegang peran penting dalam memperkaya pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu Kritik sastra tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami karya sastra namun mendorong mereka untuk berpikir kritis dan kreatif. Kamis 09/10/2024
Peran Kritik Sastra dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Kritik sastra adalah kajian mendalam terhadap karya sastra, baik dari segi struktur, gaya bahasa, hingga makna yang terkandung di dalamnya.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kritik sastra berfungsi untuk membantu siswa memahami lebih dalam tentang teks sastra yang mereka pelajari, dengan kritik sastra siswa diajak untuk melihat karya sastra dari berbagai sudut pandang sehingga mereka dapat memahami pesan yang disampaikan oleh pengarang dengan lebih baik. Selain itu juga "kritik sastra juga membuka ruang bagi siswa untuk mengapresiasi keindahan bahasa dan ekspresi dalam karya sastra".
Pembelajaran sastra yang dilengkapi dengan kritik sastra dapat membantu siswa memahami kompleksitas teks sastra, Salah satunya Karya sastra sering kali mengandung makna yang tersembunyi dan simbolisme yang tidak selalu mudah dipahami pada pembacaan pertama.
Kritik sastra membantu siswa untuk menggali lapisan makna dalam sebuah teks dan mengaitkannya dengan konteks sosial, budaya, dan sejarah, dngan cara ini siswa tidak hanya belajar tentang isi teks namun tentang nilai-nilai dan ide-ide yang diungkapkan dalam karya tersebut.
Kritik Sastra sebagai Media Pembelajaran Kritis selain membantu pemahaman teks kritik sastra juga berperan sebagai media pembelajaran kritis.
Dalam proses menganalisis karya sastra siswa dilatih untuk berpikir secara kritis dan reflektif mereka diajak untuk mempertanyakan motif, karakter, serta pesan moral yang disampaikan dalam teks. Dengan berpikir kritis, siswa tidak hanya menjadi konsumen pasif dari karya sastra tetapi juga menjadi peserta aktif yang mampu menafsirkan dan memberikan pendapat kritis terhadap teks yang mereka baca.
Melalui kritik sastra siswa juga diajak untuk memahami bagaimana sebuah karya sastra dapat mencerminkan atau mengkritisi kondisi sosial dan budaya pada masanya misalnya dalam menganalisis karya-karya sastra Indonesia klasik, siswa juga dapat melihat bagaimana pengarang mengungkapkan pandangannya terhadap isu-isu sosial seperti ketidakadilan, kesenjangan sosial, atau perjuangan kemerdekaan. Pemahaman ini membantu siswa untuk mengaitkan karya sastra dengan kehidupan nyata dan mengembangkan kesadaran sosial yang lebih baik.
Kritik Sastra untuk meningkatkan kreativitas dan ekspresi selain membangun kemampuan berpikir kritis, kritik sastra juga mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam menulis dan menafsirkan karya sastra, kritik sastra juga memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengemukakan pandangan mereka sendiri tentang sebuah teks berdasarkan bukti-bukti yang mereka temukan dalam teks tersebut.
Hal ini mendorong siswa untuk lebih berani dalam mengekspresikan pendapat mereka dan mengembangkan kemampuan argumentasi maka lebih dari hal tersebut proses menganalisis karya sastra juga dapat memicu kreativitas siswa dalam menciptakan karya sastra mereka sendiri.
Ketika siswa memahami bagaimana pengarang menggunakan bahasa dan gaya untuk menyampaikan pesan tertentu, mereka dapat mengadopsi teknik-teknik tersebut dalam karya tulis mereka sendiri.
Dengan demikian kritik sastra tidak hanya memperkaya pemahaman siswa tentang karya orang lain tetapi juga meningkatkan kemampuan mereka dalam menulis.
Tantangan Implementasi Kritik Sastra dalam Kurikulum Merdeka Meskipun kritik sastra memiliki banyak manfaat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, penerapannya dalam Kurikulum Merdeka tentu menghadapi tantangan.
Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan waktu dan sumber daya di ruang kelas, Pembelajaran sastra sering kali harus bersaing dengan mata pelajaran lain yang dianggap lebih "prioritas", seperti matematika atau sains, Akibatnya waktu yang dialokasikan untuk pembelajaran sastra sering kali terbatas, sehingga sulit bagi guru untuk menerapkan kritik sastra secara mendalam.
Selain itu tidak semua guru dan siswa memiliki pemahaman yang mendalam tentang kritik sastra karena sering kali dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan membingungkan terutama bagi siswa yang belum terbiasa dengan analisis teks yang kompleks, oleh karena itu diperlukan pelatihan dan bimbingan yang lebih intensif bagi guru agar mereka dapat mengajarkan kritik sastra dengan lebih efektif.
Namun tantangan-tantangan ini tidak berarti bahwa kritik sastra tidak bisa diterapkan dalam Kurikulum Merdeka, Justru dengan kebebasan yang lebih besar dalam merancang kurikulum, guru dapat mengeksplorasi berbagai metode kreatif untuk mengajarkan kritik sastra "Misalnya"guru dapat menggunakan diskusi kelompok, presentasi, atau proyek berbasis karya sastra untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses kritik sastra.
Kritik sastra memegang peran penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di era Kurikulum Merdeka dan melalui kritik sastra siswa tidak hanya belajar untuk memahami teks sastra dengan lebih mendalam namun juga diajak untuk berpikir kritis dan kreatif.
Meskipun tantangan dalam implementasinya ada kritik sastra tetap merupakan komponen penting dalam pendidikan yang mampu mengembangkan pemahaman, apresiasi, dan ekspresi siswa terhadap karya sastra. Dengan demikian kritik sastra tidak hanya menghidupkan kembali karya-karya sastra akan tetapi juga menjadikan pembelajaran Bahasa Indonesia lebih bermakna dan relevan bagi siswa di era modern. 03
Penulis Adalah Mahasiswi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang Jawa Timur "Paramita Candra Dewi"